Seminggu di Rumah Literasi
Dua bulan terakhir ini, saya dan beberapa teman yang tergabung di IndoPositiveMovement sedang berusaha untuk mewujudkan harapan sederhana ...
Dua bulan terakhir ini, saya dan beberapa teman yang tergabung di IndoPositiveMovement sedang berusaha untuk mewujudkan harapan sederhana kami, melihat lebih banyak orang yang menghabiskan waktu dengan membaca. Kami pun mengumpulkan sejumlah donasi, hingga akhirnya kami membangun Rumah Literasi. Ruang itulah yang nantinya kami harapkan mampu menjadi wadah untuk siapa saja, belajar atau menemukan kecintaannya terhadap dunia literasi.
Kecemasan di Rumah Literasi
Di Soppeng, rumah saya adalah rumah panggung. Dulu, sekitar tahun 2009, rumah saya dibenahi, dan untuk sementara ruang bagian bawah digunakan untuk menyimpan barang dan juga terdapat ruang-ruang kecil untuk beristirahat. Kami seperti membuat rumah kecil sambil menunggu rumah yang sedang dibenahi. Hingga akhirnya, rumah panggung itu selesai, ruang bagian bawah itu kosong. Setiap kali saya kembali ke Soppeng, saya akan lebih memilih berada di ruang bagian bawah itu, saya biasanya menulis, membaca, bermain dengan kedua adik saya yang masih SD atau beristirahat. Alhasil, ibu saya merenovasi ruang bagian bawah itu karena melihat saya yang lebih memilih menghabiskan waktu di tempat itu.
Rumah yang di Soppeng |
Setelah ruang itu direnovasi, saya malah jarang pulang ke Soppeng. Kegiatan di Makassar atau di luar Makassar, membuat saya harus merubah jadwal pulang ke Soppeng. Selain bertemu dengan nenek dan kedua orang tua saya, alasan utama saya untuk selalu pulang adalah bermain dengan adik-adik saya. Saya punya tiga orang adik, satu orang perempuan yang saat ini juga sedang menikmati status mahasiswa dan dua orang adik yang masih berseragam merah putih. Dua orang adik laki-laki saya bernama Adil dan Adib, mereka berdualah yang senang mengajak saya bermain, hingga kadang saya merasa kembali menjadi anak kecil yang melihat dunia tanpa beban.
Saya dan kedua adik laki-laki saya tak jauh beda, mereka pemalu sama seperti saya yang dulu dan (mungkin) yang sekarang. Tapi, saya melihat satu perbedaan dengan mereka berdua semasa kanak-kanak, mereka tumbuh dengan suasana yang ramai, teman-teman mereka senang datang dan bermain di rumah. Sedang saya, tumbuh bersama kakek yang menciptakan ruang tanpa ada kesempatan bermain dengan anak-anak seumuran saya. Dulu, kakek saya berpikir, lingkungan di sekitar rumahku tak cukup baik untuk cucunya. Dia penganut paham behaviorisme tingkat akut. Kedua adik laki-laki saya tak sempat mengenal kakek saya, dan juga orang tua saya yang membebaskan mereka lebih dari apa yang kakek lakukan dulu. Maka, setiap kali saya pulang, tak jarang ada banyak anak-anak yang ikut bermain bersama.
Saya tak sepenuhnya setuju dengan paham behaviorisme, namun belakangan saya melihat jika anak-anak di sekitar lingkungan saya tak sepenuhnya menjadi anak-anak yang baik. Lingkungan terlampau dipenuhi dengan hal-hal buruk yang mengajak mereka menanggalkan kebaikan hati mereka pada suatu hari nanti. Saya tak begitu pandai menjelaskan apa yang terjadi dengan anak-anak hari ini, yang perlu saya yakini adalah anak-anak akan menjadi titik utama dalam membangun karakter seseorang. Bilamana lingkungan tak memberikan hal baik, kemungkinan di masa depan anak-anak itu hanya tumbuh dengan kekosongan jiwa yang tak bisa apa-apa.
Kesenangan anak-anak untuk datang bermain adalah sebuah kesempatan untuk mengajak mereka mengenal hal yang lebih positif. Maka, saya putuskan untuk menghadirkan Rumah Literasi. Lingkungan yang saya harap mempertemukan mereka dengan buku dan kata-kata yang akan membangun karakter mereka. Semenjak 19 Juli kemarin, dengan dibantu teman-teman yang lain, kami berhasil mengumpulkan donasi buku yang akan mengisi Rumah Literasi. Saya berharap mereka akan senang dengan buku dan memilih lebih lama untuk duduk membaca.
Tentu, saya dan teman-teman tidak ingin jika mereka hanya bermain dengan buku. Akan ada hal lain yang akan kami kembangkan ke depan. Tidak mudah untuk mengajak anak-anak menyukai buku atau membaca lebih lama dari biasanya. Jika mereka datang, mereka biasanya akan duduk lalu melihat buku-buku yang bergambar, dan sekitar sepuluh atau lima belas menit mereka akan bercerita dan bermain.
Rumah Literasi adalah perpustakaan mini, tempat belajar bersama dan semoga akan memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar. Lewat postingan kali ini, saya mengucapkan terima kasih untuk pada donatur serta teman-teman dari berbagai pihak yang mendukung upaya kami untuk menghidupkan Rumah literasi di Kabupaten Soppeng. Saya tak sempat menyebutkan satu per satu namun semua yang ada di Rumah Literasi tidak akan terwujud tanpa bantuan teman-teman. Datanglah berkunjung, dan membantu untuk pengembangan Rumah Literasi.
Silakan follow @rumahliterasi
Silakan follow @rumahliterasi
Post a Comment: